Arti Birul Walidain
I. Definisi Birul Walidain
Secara bahasa arti dari birrulwalidain yaitu berbuat baik kepada kedua orangtua. Sedangkan secara istilah yaitu suatu tingkah laku baik berupa lisan maupun perbuatan yang tidak melanggar norma-norma agama, sehingga keduanya ridha. Atau berbuat baik terhadap orang tua (birrul walidain) adalah memberi kebaikan atau berkhidmat kepada keduanya serta mentaati perintahnya (kecuali yang ma’siat) dan mendoa’kannya apabila keduanya telah wafat.
Landasan Birrul Walidain
Di dalam Riyadhus Shalihin, Al Imam An Nawawi membawakan banyak ayat yang memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada ibu bapak. Di antaranya adalah:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu”. (An Nisa: 36)
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
Artinya: “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya” (Al Ankabut: 8)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا * وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’: 23-24)
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu”. (Luqman: 14)
Semua ayat ini dan yang selainnya menunjukkan keagungan hak kedua orang tua. Sungguh Allah telah menjelaskan keadaan seorang ibu, beliau telah mengandung janin anaknya dalam keadaan wahnan ‘ala wahnin, yaitu kelemahan di atas kelemahan (keadaan yang sangat lemah). Di mana seorang ibu mengandung dan melahirkan dalam keadaan yang lemah, susah, dan payah. Demikian pula dalam ketika melahirkan, sebagaimana di dalam firman Allah ta’ala:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)”. (Al Ahqaf: 15)
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda
رضى الرب في رضى الوالد وسخط الرب في سخط الوالد
((Keridhoan Allah berada pada keridhoan orangtua dan kemarahan Allah berada pada kemarahan orangtua))[1]
عن معاوية بن جاهمة السلمي أن جاهمة جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أردت أن أغزو وقد جئت أستشيرك فقال هل لك من أم قال نعم قال فالزمها فإن الجنة تحت رجليها
Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami bahwasanya Jahimah datang kepada Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku hendak berjihad, aku menemuimu untuk meminta pendapatmu”. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam berkata, “Apakah engkau memiliki ibu?”, ia menjawab, “Iya”, Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam berkata, “Senantiasalah bersamanya, sesungguhnya surga berada di bawah kedua kakinya
Maka hendaknya seorang anak berusaha untuk mencarai keridhoan orangtua, menyenangkan hati orangtua, membuat mereka tersenyum dan tertawa. Sesungguhnya senyuman orangtua karena ridho terhadap anaknya meskipun nampaknya sepele namun ia bernilai besar di sisi Allah.
II. Keutamaan Birrul Walidain
Dalam ayat ini, kalimat berbuat baik kepada ibu-bapak merupakan kalimat perintah (menunjukkan kewajiban), posisinya pun terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan Allah.
Imam Adz Dzahabi dalam kitab Al Kabaair, terkait dengan ayat di atas, menyebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata: “Barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, maka tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan tentang tiga orang yang melakukan perjalanan, lalu kehujanan, dan mereka berteduh pada sebuah gua di kaki gunung. Namun tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Kemudian mereka berdoa kepada Allah dengan bertawassul menyebutkan amal terbaik yang pernah mereka lakukan. Salah satu diantara mereka berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana biasanya. Kemudian aku mendatangi keduanya namun mereka masih tertidur pulas sedangkan aku tidak tega untuk membangunkannya. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Susu tersebut tetap aku pegang hingga fajar saat orang tuaku bangun, lalu aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anaku. Ya Allah, seandainya perbuatan tersebut ialah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Maka dengan doa tiga orang tersebut terbukalah batu yang menutupi gua. (HR. Muslim)
Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta ijin kepadanya untuk ikut berjihad. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Dia menjawab: “Ya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Berjihadlah (dengan berbakti) pada keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
III. Bentuk-bentuk Birrul Walidain
Berbuat baik kepada orang tua dapat dilakukan dalam dua kesempatan:
Saat orang tua masih hidup:
1. Jangan mengatakan kata uffin (ah)
2. Jangan membentak
3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan
5.Dan do’akanlah mereka.
Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.
Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)
Saat orang tua telah wafat:
Beberapa Contoh Birrul Walidain
1.) Suatu hari Ibnu Umar melihat seseorang yang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar: “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab: “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (kitab al-Kabair, oleh adz-Dzahabi)
2.) Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, bahwa suatu malam ibu dari Ibnu Mas’ud meminta air minum. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata sang ibu sudah tertidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang wadah berisi air tersebut hingga pagi. (kitab Birrul walidain, oleh Ibnu Jauzi)
3.) Kisah Uwais al-Qarni.
Dari Usair bin Jabir, dia berkata: “Ketika Umar bin Khaththab (saat itu ia menjabat sebagai khalifah) didatangi oleh rombongan orang-orang Yaman, ia selalu bertanya kepada mereka, ‘Apakah ada Uwais bin Amir dalam rombongan kalian?’ Hingga pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khaththab bertemu dengan Uwais seraya bertanya, “Apakah kamu Uwais bin Amir?” Uwais menjawab, “Ya. Benar, saya adalah Uwais.” Khalifah Umar bertanya lagi, “Kamu berasal dari Murad dan kemudian dari Qaran?” Uwais menjawab, “Ya benar.” Selanjutnya Khalifah Umar bertanya lagi, “Apakah kamu pernah terserang penyakit kusta lalu sembuh kecuali tinggal sebesar mata uang dirham pada dirimu?” Uwais menjawab, “Ya benar.” Khalifah Umar bertanya lagi, “Apakah ibumu masih ada?” Uwais menjawab, “Ya, ibu saya masih ada.” Khalifah Umar bin Khaththab berkata, “Hai Uwais, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Uwais bin Amir akan datang kepadamu bersama rombongan orang-orang Yaman yang berasal dari Murad kemudian dari Qaran. Ia pernah terserang penyakit kusta lalu sembuh kecuali tinggal sebesar uang dirham. Ibunya masih hidup dan ia selalu berbakti kepadanya. Kalau ia bersumpah atas nama Allah maka akan dikabulkan sumpahnya itu, maka jika kamu dapat memohon agar dia memohonkan ampunan untuk kalian, lakukanlah.’ Oleh karena itu hai Uwais, mohonkanlah ampunan untukku!” Lalu Uwais pun memohonkan ampunan untuk Umar bin Khaththab. Setelah itu, Khalifah Umar bertanya kepada Uwais, “Hendak pergi kemana kamu hai Uwais?” Uwais bin Amir menjawab, “Saya hendak pergi ke Kufah ya Amirul mukminin.” Khalifah Umar berkata lagi, “Apakah aku perlu membuatkan surat khusus kepada pejabat Kufah?” Uwais bin Amir menjawab, “Saya lebih senang berada bersama rakyat jelata ya Amirul mukminin.” Usair bin Jabir berkata, “Pada tahun berikutnya, seorang pejabat tingg
4.) Contoh Dari Para Nabi
Sahabat Abdullah ibnu ‘Umar ibn Al-Khaththab, bahwa beliau berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui dan berkatalah beliau (kepada badui tersebut), “Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?” Orang badui tersebut menjawab, “Benar.” Maka beliau (sahabat Abdullah ibn ‘Umar) memberikan keledainya kepada badui tersebut seraya mengatakan, “Naikilah kendaraan ini.” Kemudian beliau juga memberikan kain sorbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan, “Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu.” Maka berkatalah orang-orang kepada sahabat Abdullah ibn ‘Umar , “Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau tunggangi di saat ingin beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan imamah yang sedang engkau ikatkan di kepalamu.” Maka ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah teman (orangtua saya) ‘Umar ibn Al-Khaththab’, dan sungguh saya mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya termasuk dari perbuatan paling baik dalam berbakti kepada orangtua adalah seseorang berbuat baik kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.” (HR. Muslim).
Sumber:
https://sumayyah280593.wordpress.com/2012/08/14/birrul-walidain/
pengertianbirulwalidain.blogspot.com
Kunjungi juga web kami di www.aladdinkarpet.com yang akan menjelaskan tentang produk kami, yaitu Karpet Masjid Sulayman
Secara bahasa arti dari birrulwalidain yaitu berbuat baik kepada kedua orangtua. Sedangkan secara istilah yaitu suatu tingkah laku baik berupa lisan maupun perbuatan yang tidak melanggar norma-norma agama, sehingga keduanya ridha. Atau berbuat baik terhadap orang tua (birrul walidain) adalah memberi kebaikan atau berkhidmat kepada keduanya serta mentaati perintahnya (kecuali yang ma’siat) dan mendoa’kannya apabila keduanya telah wafat.
Landasan Birrul Walidain
Di dalam Riyadhus Shalihin, Al Imam An Nawawi membawakan banyak ayat yang memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada ibu bapak. Di antaranya adalah:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu”. (An Nisa: 36)
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
Artinya: “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya” (Al Ankabut: 8)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا * وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’: 23-24)
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu”. (Luqman: 14)
Semua ayat ini dan yang selainnya menunjukkan keagungan hak kedua orang tua. Sungguh Allah telah menjelaskan keadaan seorang ibu, beliau telah mengandung janin anaknya dalam keadaan wahnan ‘ala wahnin, yaitu kelemahan di atas kelemahan (keadaan yang sangat lemah). Di mana seorang ibu mengandung dan melahirkan dalam keadaan yang lemah, susah, dan payah. Demikian pula dalam ketika melahirkan, sebagaimana di dalam firman Allah ta’ala:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)”. (Al Ahqaf: 15)
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda
رضى الرب في رضى الوالد وسخط الرب في سخط الوالد
((Keridhoan Allah berada pada keridhoan orangtua dan kemarahan Allah berada pada kemarahan orangtua))[1]
عن معاوية بن جاهمة السلمي أن جاهمة جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أردت أن أغزو وقد جئت أستشيرك فقال هل لك من أم قال نعم قال فالزمها فإن الجنة تحت رجليها
Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami bahwasanya Jahimah datang kepada Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku hendak berjihad, aku menemuimu untuk meminta pendapatmu”. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam berkata, “Apakah engkau memiliki ibu?”, ia menjawab, “Iya”, Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam berkata, “Senantiasalah bersamanya, sesungguhnya surga berada di bawah kedua kakinya
Maka hendaknya seorang anak berusaha untuk mencarai keridhoan orangtua, menyenangkan hati orangtua, membuat mereka tersenyum dan tertawa. Sesungguhnya senyuman orangtua karena ridho terhadap anaknya meskipun nampaknya sepele namun ia bernilai besar di sisi Allah.
II. Keutamaan Birrul Walidain
- Pertama: Merupakan salah satu bentuk peribadatan kepada Allah
Dalam ayat ini, kalimat berbuat baik kepada ibu-bapak merupakan kalimat perintah (menunjukkan kewajiban), posisinya pun terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan Allah.
- Kedua: Sebagai salah satu bentuk bersyukur kepada Allah
Imam Adz Dzahabi dalam kitab Al Kabaair, terkait dengan ayat di atas, menyebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata: “Barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, maka tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”
- Ketiga: Termasuk amalan yang paling mulia
- Keempat: Sebagai salah satu amal shalih yang dapat menjadi sarana tawassul
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan tentang tiga orang yang melakukan perjalanan, lalu kehujanan, dan mereka berteduh pada sebuah gua di kaki gunung. Namun tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Kemudian mereka berdoa kepada Allah dengan bertawassul menyebutkan amal terbaik yang pernah mereka lakukan. Salah satu diantara mereka berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana biasanya. Kemudian aku mendatangi keduanya namun mereka masih tertidur pulas sedangkan aku tidak tega untuk membangunkannya. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Susu tersebut tetap aku pegang hingga fajar saat orang tuaku bangun, lalu aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anaku. Ya Allah, seandainya perbuatan tersebut ialah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Maka dengan doa tiga orang tersebut terbukalah batu yang menutupi gua. (HR. Muslim)
- Kelima: Anak lelaki satu-satunya dalam keluarga lebih diutamakan untuk menjaga orang tuanya daripada pergi berjihad
Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta ijin kepadanya untuk ikut berjihad. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Dia menjawab: “Ya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Berjihadlah (dengan berbakti) pada keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Keenam: Merupakan salah satu sebab keridhaan Allah
- Ketujuh: Termasuk sebab masuknya seseorang ke surga
III. Bentuk-bentuk Birrul Walidain
Berbuat baik kepada orang tua dapat dilakukan dalam dua kesempatan:
Saat orang tua masih hidup:
- Mentaati selama bukan maksiat. Hadits Rasulullah: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah”.
- Bersikap rendah hati dan berbicara lemah lembut (QS.17:23)
- Memohonkan ampunan baginya kepada Allah (mendoa’kan) (QS.17:24)
- Membantu dengan harta
- Memintakan restunya terlebih dahulu atas perbuatan penting yang akn dilakukan.
1. Jangan mengatakan kata uffin (ah)
2. Jangan membentak
3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan
5.Dan do’akanlah mereka.
Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.
Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)
Saat orang tua telah wafat:
- Menyelenggarakan pengurusan jenazahnya seperti: memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya dan menguburkannya,dsb.
- Senantiasa berdo’a untuk memohonkan ampun atas segala dosanya.
- Memenuhi segala janjinya semasa hidup yang belum terlaksana seperti: wasiat, hutang piutang, dll.
- Menghormati teman dan sahabat orang tua semasa keduanya masih hidup.
- Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
- Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
- Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.
Beberapa Contoh Birrul Walidain
1.) Suatu hari Ibnu Umar melihat seseorang yang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar: “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab: “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (kitab al-Kabair, oleh adz-Dzahabi)
2.) Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, bahwa suatu malam ibu dari Ibnu Mas’ud meminta air minum. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata sang ibu sudah tertidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang wadah berisi air tersebut hingga pagi. (kitab Birrul walidain, oleh Ibnu Jauzi)
3.) Kisah Uwais al-Qarni.
Dari Usair bin Jabir, dia berkata: “Ketika Umar bin Khaththab (saat itu ia menjabat sebagai khalifah) didatangi oleh rombongan orang-orang Yaman, ia selalu bertanya kepada mereka, ‘Apakah ada Uwais bin Amir dalam rombongan kalian?’ Hingga pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khaththab bertemu dengan Uwais seraya bertanya, “Apakah kamu Uwais bin Amir?” Uwais menjawab, “Ya. Benar, saya adalah Uwais.” Khalifah Umar bertanya lagi, “Kamu berasal dari Murad dan kemudian dari Qaran?” Uwais menjawab, “Ya benar.” Selanjutnya Khalifah Umar bertanya lagi, “Apakah kamu pernah terserang penyakit kusta lalu sembuh kecuali tinggal sebesar mata uang dirham pada dirimu?” Uwais menjawab, “Ya benar.” Khalifah Umar bertanya lagi, “Apakah ibumu masih ada?” Uwais menjawab, “Ya, ibu saya masih ada.” Khalifah Umar bin Khaththab berkata, “Hai Uwais, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Uwais bin Amir akan datang kepadamu bersama rombongan orang-orang Yaman yang berasal dari Murad kemudian dari Qaran. Ia pernah terserang penyakit kusta lalu sembuh kecuali tinggal sebesar uang dirham. Ibunya masih hidup dan ia selalu berbakti kepadanya. Kalau ia bersumpah atas nama Allah maka akan dikabulkan sumpahnya itu, maka jika kamu dapat memohon agar dia memohonkan ampunan untuk kalian, lakukanlah.’ Oleh karena itu hai Uwais, mohonkanlah ampunan untukku!” Lalu Uwais pun memohonkan ampunan untuk Umar bin Khaththab. Setelah itu, Khalifah Umar bertanya kepada Uwais, “Hendak pergi kemana kamu hai Uwais?” Uwais bin Amir menjawab, “Saya hendak pergi ke Kufah ya Amirul mukminin.” Khalifah Umar berkata lagi, “Apakah aku perlu membuatkan surat khusus kepada pejabat Kufah?” Uwais bin Amir menjawab, “Saya lebih senang berada bersama rakyat jelata ya Amirul mukminin.” Usair bin Jabir berkata, “Pada tahun berikutnya, seorang pejabat tingg
4.) Contoh Dari Para Nabi
Sahabat Abdullah ibnu ‘Umar ibn Al-Khaththab, bahwa beliau berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui dan berkatalah beliau (kepada badui tersebut), “Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?” Orang badui tersebut menjawab, “Benar.” Maka beliau (sahabat Abdullah ibn ‘Umar) memberikan keledainya kepada badui tersebut seraya mengatakan, “Naikilah kendaraan ini.” Kemudian beliau juga memberikan kain sorbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan, “Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu.” Maka berkatalah orang-orang kepada sahabat Abdullah ibn ‘Umar , “Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau tunggangi di saat ingin beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan imamah yang sedang engkau ikatkan di kepalamu.” Maka ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah teman (orangtua saya) ‘Umar ibn Al-Khaththab’, dan sungguh saya mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya termasuk dari perbuatan paling baik dalam berbakti kepada orangtua adalah seseorang berbuat baik kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.” (HR. Muslim).
Sumber:
https://sumayyah280593.wordpress.com/2012/08/14/birrul-walidain/
pengertianbirulwalidain.blogspot.com
Kunjungi juga web kami di www.aladdinkarpet.com yang akan menjelaskan tentang produk kami, yaitu Karpet Masjid Sulayman
Komentar
Posting Komentar